JAKARTA, Tahun politik 2024 menjadi momen berat yang harus dilalui pemerintah Indonesia. Kontelasi politik meningkat. Akibatnya memicu terjadinya aksi unjuk rasa disejumlah wilayah dan Jakarta.
Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, di Jalan Imam Bonjol, Menteng, Badan Pengawas Pemilihan Umumj (Bawaslu) di Jalan Thamrin dan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Senayan, Jakarta Pusat, pasca Pemilu 2024 menjadi sasaran aksi demonstrasi dari berbagai elemen masyarakat terkait dugaan kecurangan pemilu hingga desakan agar DPR menggulirkan hak angket.
Massa demonstran tak hanya dari elemen masyarakat yang menolak kecurangan Pemilu 2024 melainkan dari massa yang memberi dukungan terhadap KPU dan Bawaslu atas penyelenggaraan Pemilu 14 Februari 2024.
Dua kubu yang menyuarakan pendapatnya itu sah sah saja sebab demonstrasi adalah hak konstitusional yang dijamin dalam sistem demokratis. Namun ribuan orang yang berkumpul di jalan menyuarakan pendapat mereka memiliki potensi besar menimbulkan kekacauan, kerusuhan, dan bahkan kekerasan. Mengingat aksi unjuk rasa tersebut rawan ditunggangi kelompok kepentingan.
Baca juga:
Tony Rosyid: Pemilu Ditunda? No Way!
|
Untuk mengamankan aksi unjuk tersebut sebanyak 2 ribu lebih personel gabungan dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, TNI, dan Instansi lainnya disiagakan.
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Susatyo Purnomo Condro menghimbau kepada para personelnya agar mengedepankan tindakan persuasif dan tidak terprovokasi dalam menyikapi massa unjuk rasa. Selain itu, meminta massa demo untuk menyampaikan aksi unjuk rasa sesuai dengan aturan yang ada.
"Kami mengimbau kepada para korlap dan orator untuk melakukan orasi dengan santun dan tidak memprovokasi massa. Tidak memaksakan kehendak, tidak anarkis dan tidak merusak fasilitas umum. Hormati dan hargai pengguna jalan lain yang akan melintas, " tuturnya
Unjuk rasa memang seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Undang undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Apabila unjuk rasa tersebut berjalan dengan tertib, maka hal ini sering dikenal sebagai unjuk rasa damai. Namun demikian dalam praktiknya di lapangan unjuk rasa yang dilakukan sering berkembang menjadi tindakan pelemparan, perusakan bahkan menimbulkan korban jiwa. Tindakan kekerasan yang terjadi dalam unjuk rasa merupakan tindakan anarkis.
Dalam menjaga stabilitas keamanan pasca pemilu, mencegah demonstrasi yang berpotensi mengganggu adalah langkah yang penting. Hal ini bukan berarti mengabaikan hak warga untuk menyuarakan pendapat mereka, tetapi lebih merupakan upaya untuk mencegah gangguan terhadap ketertiban umum.(hy)